Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai berlaku 31 Desember 2015, artinya efektif berlaku sejak tahun 2016. Sekarang ini, kita tengah melakukan persiapan yang akan dilakukan pada akhir tahun ini atau awal tahun depan. MEA itu sebenarnya suatu komunitas yang ingin bekerjasama dengan dasar awal perdagangan bebas. “Apa yang bebas? Yang bebas itu flow barang, orang dan jasa sehingga tidak ada halangan atau borderless,” ucap Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla pada pembukaan Seminar Nasional Peluang dan Tantangan Indonesia dalam MEA di Hotel Borobudur, Jumat 30 Januari 2015.
Lebih jauh Wapres menjelaskan jika melihat dari sisi perdagangan, MEA adalah cooperative in competition atau kerjasama dalam persaingan. Itu prinsip berjalan di ASEAN tahun depan. “Karena tidak mungkin kita tidak bekerjasama, tetapi juga harus bersaing,” ucap Wapres.
Walaupun sebenarnya, kerjasama di antara negara-negara ASEAN bukanlah sesuatu yang baru, karena telah banyak kerjasama bilateral antar negara, seperti antara Indonesia dan Thailand. “Mobil yang dirakit di Indonesia dan Thailand menjadi mobil bersama dan bebas bea masuk dalam hal indsutri. Jadi itu kerjasama bilateral,” ujar Wapres.
Dengan dimulainya era MEA maka setiap persaingan yang berdasarkan kerjasama adalah complementary atau saling melengkapi. Sementara dasar pesaingan adalah bersaing yang lebih baik, mudah dan cepat. Hal seperti ini berlaku pada semua bidang, baik industri, sumber daya manusia dan jasa.
Di awal sambutannya, Wapres menjelaskan bahwa jika kita berbicara MEA maka kita harus melihat latar belakang bagaimana sebuah kerjasama di suatu kawasan terbentuk. Setelah Perang Dunia (PD) II, terjadi sebuah perubahan yang lebih dikenal dengan sebutan perang dingin. “Tidak perang tapi berseteru,” ucap Wapres.
Saat itu, timbul dua blok, yakni blok timur dan blok barat, yang melahirkan North Atlantic Treaty Organization (NATO) yang beranggotakan negara-negara Eropa barat dan Amerika Serikat serta Pakta Warsawa sebagai sebuah aliansi militer negara-negara Blok Timur di Eropa Timur. “Jadi pakta itu berdasarkan pakta ideologis dan pakta keamanan, selalu masih ada kemungkinan perang,” kata Wapres.
Di antara waktu itu, kata Wapres, kita menghargai Bung karno karena mendirikan Gerakan Non Blok (GNB) bersama pemimpin negara lain, seperti Perdana Menteri (PM) India Jawaharlal Nehru dan Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser. GNB adalah suatu organisasi internasional yang beranggotakan 100 negara yang bukan negara pengikut blok timur dan juga bukan blok barat, bukan pula anggota NATO atau Pakta Warsawa, bukan komunis dan bukan juga kapitalis.
Usai perang dingin pada tahun 1970-an, timbul ideologi neoliberalism, yang intinya adalah perdagangan yang bebas, yang disebabkan oleh teknologi yang semakin berkembang di awal tahun 1970-an. Kemudian, karena perdagangan yang baik menyebabkan kemajuan di bidang industry dan bidang ekonomi lainnya. Ideologi inilah yang mendorong kerjasama antar negara menjadi kerjasama regional, seperti lahirnya North America Free Trade Area, Union of South American Nations, ASEAN, dan ada pula kerjasama antara negara di kawasan Asia Selatan, serta negara-negara di kawasan Afrika Utara. “Intinya adalah kerjasama di bidang ekonomi dan perdagangan yang lebih dekat karena memberikan efisiensi kepada masing-masing ekonomi negara,” ucap Wapres.
Kerjasama ini terus berkembang, walau masih terbatas dalam hubungan komunitas. Dimulai dari berlakukannya perjalanan lintas negara tanpa visa dan tanpa bea cukai, tujuannya adalah agar menjadi suatu perdagangan yang lancar. “Tahun berikutnya di Eropa, pertengahan tahun 1990-an, mulailah setelah direncanakan hampir 15 tahun, mulailah muncul mata uang tunggal dan European Community menjadi European Union,” kata Wapres.
Saat itu, Eropa menjadi satu ekonomi, satu mata uang dan satu sistem ekonomi. Tetapi, apakah pengalaman mereka sepenuhnya menuai keberhasilan atau tidak, kita harus melihat apa yang terjadi pada periode itu.
Sementara itu, pada tahun 1992 di ASEAN ditandatangani kesepakatan menuju ASEAN Community. Kesepakatan ini dipersiapkan setelah di ASEAN dilakukan kerjasama yang longgar di berbagai bidang, baik ekonomi, budaya, perhubungan, perdagangan, kesehatan. “Tujuannya menjamin kerjsama itu sehingga menimbulkan pula kedamaian di wilayah ASEAN, sehingga timbullah kekuatan-kekuatan,” kata Wapres.
Tahun 2015 adalah tahun yang disepakati pada tahun 1992 dimulainya ASEAN Community, yang sebenarnya memiliki cita2 menjadi semacam European Union (Uni Eropa). “Apakah satu sistem? Tentu tidaklah mudah kita jalankan seperti itu. Setelah belajar dari pengalaman Eropa tidaklah mungkin,karena Uni Eropa tidaklah mudah,” ujar Wapres.
Melihat perkembangan yang terjadi di dataran Eropa, suatu sistem keuangan atau satu sistem teknis bukan hal yang mudah, karena seringkali terjadi tarik-mernarik. “Karena akibat krisis di yunani, Portugal, Italia, Spanyol mendorong mata uang Euro melemah, sehingga akibatnya seluruh Eropa terkena dampak krisis,” kata Wapres.
Maka dua negara yang memilih bertahan untuk tidak menggunakan mata uang Euro, yakni Inggris yang tetap bertahan dengan mata uang Poundsterling dan Denmark dengan mata uang Daish Krone, berkesimpulan bahwa Euro tidak tepat untuk mempersatukan ekonomi Eropa. “Sehingga banyak masalah-masalah yang timbul,” ucap Wapres.
Banyak yang khawatir jika MEA mulai berjalan maka akan terjadi pergerakan orang besar-besaran ke Indonesia. Dalam hal ini, Wapres memiliki pendapat yang berbeda. Dalam sejarahnya, kata Wapres, di Eropa setelah terbentuknya European Community, pergerakan orang yang terjadi dari Polandia, Ceko, Hongaria dan Yunani ke negara-negara maju seperti Perancis dan Inggris. Tetapi, sebaliknya para pengusaha dari negara maju, seperti Jerman dan Perancis dengan mudahnya berinvestasi di Hongaria, Ceko, Yunani, dan negara lainnya. “Artinya dalam perdagangan, pergerakan orang untuk bekerja selalu bergerak dari pendapatan rendah ke pendapatan tinggi. Tidak ada pergerakan dari tinggi ke rendah,” ucap Wapres.
Melihat kondisi seperti itu di Eropa, maka di ASEAN akan banyak tenaga kerja Indonesia, baik yang trampil dan tidak trampil mencari tempat yang lebih tinggi pendapatannya, seperti bekerja di Singapura dan Malaysia. “Tidak mau dokter dari Singapura yang bertarif Rp. 3-4 juta bekerja di Indoensia, sementara dokter di kita tarifnya hanya Rp. 300-400 ribu,” kata Wapres.
Wapres memperkirakan tenaga kerja Indonesia akan banyak bekerja hanya di dua negara itu, Singapura dan Malaysia. “Karena hanya dua negara itu yang bisa dimengerti bahasanya oleh kita,” ujar Wapres.
Bagi Wapres, Filipina memiliki kondisi ekonomi yang tidak jauh berbeda dengan Indonesia sehingga tidak akan terjadi pergerakan dari Indonesia ke Filipina dan sebaliknya. “Tidak ada orang Indonesia yang kerja di Kamboja, Vietnam, Thailand,” ucap Wapres.
Jadi, ucap Wapres, tidak perlu takut akan terjadi pergerakan orang dari ASEAN ke Indonesia, justru akan banyak pergerakan dari Indonesia ke negara-negara ASEAN. “Di Malaysia, mungkin jumlah tenaga kerja Indonesia maenjadi 2 juta, karena tidak perlu visa dan ada kemudahan lainnya,” kata Wapres.
Di Indonesia sendiri, dijelaskan Wapres, Menteri Tenaga Kerja tengah membuat aturan menyambut MEA, seperti semua tenaga kerja harus bisa berbicara bahasa Indonesia.
Wapres mengingatkan jika kita ingin memperbaiki neraca perdagangan di ASEAN, yang kita butuhkan adalah produktivitas. Produktivitas tentu dasarnya teknologi, orang (sumber daya manusia, kemudian infrastruktur. Oleh karena itulah konsep indsutri harus diimbangi dengan konsep dasar penopang industri. “Kita membutuhkan teknologi dan inftrastruktur,” kata Wapres.
Dengan diberlakukannya MEA, makla di antara negara-negara ASEAN akan saling melengkapi dan juga saling bersaing. Kerjasama yang dijalankan dan dapat menjadi contoh adalah industry mobil. “Apapun, salah satu prinsip efisiensi adalah produksi dalam volume besar. Misalnya, besi dari Indonesia, body di Thailand dan menghasilkan volume besar. Jadi persaingan bukan antar ASEAN tapi di luar ASEAN. Begitu juga yang lainnya,” ucap Wapres.
Mengenai investasi yang terjadi saat diberlakukannya MEA, Wapres memperkirakan semua pihak yang berinvestasi pasti mencari pasar. Pasar di ASEAN menjadi 550 jutaorang atau hampir 600 juta orang, dan hampir 50 persen ada di indoensia. “Artinya investasi yang berada di Indonesia akan memberikan dampak yang baik di pasar ASEAN,” ucap Wapres.
Di akhir sambutannya, Wapres menjelaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan berbagai program menyambut MEA, di antaranya adalah memperbaiki infrastruktur untuk memudahkan industri; memperkuat ketahanan pangan sehingga tidak perlu lagi mengimpor bahan-bahan pokok seperti padi dan jagung; serta meningkatkan industri manufaktur, karena industri manufaktur adalah industri yang dapat meningkatkan penghasilan dan juga membuka lapangan pekerjaan.
Turut hadir mendampingi Wapres, Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro, Sekretaris Wakil Presiden Mohamad Oemar, Deputi Seswapres bidang Kesejahteraan Rakyat dan Penanggulangan Kemiskinan Bambang Widianto, serta Ketua Ikatan Alumni Universitas Airlangga Theo Lekatompessy. Acara ini dihadiri oleh para alumni Universitas Airlangga dari angkatan 1960 hingga angkatan dekade 2000. Seminar ini diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Universitas Airlangga.